Buah Hati Tak Lagi Sehati
Adib Setiawan, M.Psi - 2014-02-18 14:44:55
Dulu, anak nempel bak prangko. Sekarang, ia menutup diri dari orangtua. Inilah dinamika memiliki anak di usia pubertas.
Beberapa perubahan menandai masuknya seorang anak ke dalam usia pubertas. Pada anak laki-laki, secara fisik mulai tumbuh rambut ketiak dan suara terdengar berbeda daripada sebelumnya. Sementara anak perempuan mulai menstruasi dan payudara membesar.
Perubahan nonfisik pun terjadi seperti kepribadian dan emosi anak. Biasanya, di usia ini, anak mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenis. Anak yang memasuki usia pubertas juga mengalami gejolak jiwa yang memengaruhi cara berpikir dan kepribadian anak.
Kenal Temannya
Menurut psikolog dari www.praktekpsikolog.com, Adib Setiawan, M.Psi. , anak juga mulai mencari figur lain di luar orangtua. Misalnya, figur teman sebaya atau figur publik lain. Kadang kala, mereka memiliki dorongan untuk mengidentifikasi orang lain di luar lingkungan keluarga.
Pengaruh teman atau pergaulan ini harus diwaspadai karena bisa memengaruhi prestasi anak. Apalagi anak usia pubertas mulai melakukan hal lain di luar kebiasaan semasa kecil. Misalnya, suka pergi bersama teman-temannya. Oleh karena itu, orangtua sebaiknya mengenal teman-teman Si Anak.
Pasalnya, pergaulan yang kurang tepat bisa menurunkan prestasi dan membawa anak ke arah hal yang negatif. “Arahkan anak supaya ia bergaul dengan teman yang punya motivasi internal, punya cita-cita, dan yang selalu meningkatkan prestasinya,” saran Adib.
Berani Melawan
Orangtua perlu memahami bahwa anak sudah bukan lagi anak-anak saat mereka memasuki usia puber. Jadi, perlakukan mereka sebagai teman. Di mana Anda lebih mendengarkan dan jangan memperlakukannya secara keras, baik fisik maupun verbal. Misalnya, menasihati dengan kata-kata keras dan tajam saat anak masih kecil.
“Perlakuan keras semacam ini akan membuat anak trauma dan bingung menghadapi tahapan kehidupan di usia pubertas. Alangkah baiknya jika orangtua lebih bisa menahan diri dan mengedepankan komunikasi serta kasih sayang,” tambah Adib.
Pemaksaan kehendak atau tindakan fisik, seperti memukul atau mencubit saat anak masih berusia dini, sebaiknya dihindari orangtua karena bisa membuat anak trauma. Saat puber, anak-anak pun akan mulai melawan orangtua karena mereka tidak puas dengan pengasuhan orangtua. “Tak menutup kemungkinan anak akan menganggap orangtuanya sebagai musuh,” ujar Adib.
Anak usia pubertas sering kali merasa kurang percaya diri dan malu dengan teman mereka. Selain itu, mereka kerap mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dan tidak realistis dalam melihat sesuatu. Misalnya, mereka merasa mampu berprestasi tetapi nilai akademis yang didapat malah kurang memuaskan.
Dekati Anak
Sebelum memasuki masa puber, orangtua sebaiknya melatih anak agar bertanggung jawab dan mandiri. Latihlah anak menguasai keterampilan sesuai usianya dan asuh anak dengan mengedepankan komunikasi verbal yang santun, tidak menyinggung, serta tidak membuat anak trauma.
“Orangtua yang tidak bisa mengontrol diri biasanya bermasalah dan bisa membuat anak ikut bermasalah,” jelas Adib.
Orangtua juga harus membekali anak-anak usia pubertas ini dengan kepercayaan diri dan penuh cita-cita. Menurut Adib, anak yang memiliki cita-cita akan memiliki motivasi kuat untuk berprestasi dan mencapai cita-citanya tersebut.
Oleh karena itu, pendekatan yang tepat adalah pendekatan persuasif tanpa unsur kekerasan dan memaksakan kehendak. Luangkan waktu untuk menjadi teman anak, dengarkan keluhan anak, dan cobalah membantu memecahkan masalah anak. “Orangtua harus satu suara, jangan sampai ibu dan ayah memiliki keputusan yang berbeda-beda, karena bisa memicu konflik antara anak dan orangtua,” saran Adib.
Jangan Cerewet
Rumah harus menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi anak. Salah satu caranya, orangtua tidak perlu terlalu cerewet. “Percuma saja orangtua cerewet tapi tidak menumbuhkan tanggung jawab sejak dini. Remaja malah tidak akan betah di rumah dan lebih memilih ‘keluyuran’,” kata psikolog yang berpraktik di kawasan Bintaro ini.
Lebih baik buat perjanjian bersama anak. Misalnya, kapan anak boleh bermain dan sampai pukul berapa, lalu sepakati dan jalankan secara konsisten. Jika dilanggar, maka uang saku dipotong setengahnya, misalnya. “Jadi, orangtua tak perlu cerewet, yang penting tegakkan aturan dan kesepakatan secara konsisten. Ini akan membuat anak lebih bertanggung jawab. Jangan lupa berikan konsekuensi jika anak menampilkan perilaku yang tidak tepat,” kata Adib.
Motivasi Berbuah Prestasi
Berikut tips bagi orangtua saat mendampingi anak yang memasuki usia pubertas agar ia tumbuh matang serta berprestasi:
- Jadilah teman anak, dengarkan keluhannya, dan bangkitkan motivasi anak agar ia memiliki cita-cita dan berusaha untuk mencapainya.
- Di usia dini, jangan melakukan kekerasan fisik kepada anak karena akan membuat trauma dan anak akan melawan di usia puber.
- Buat kesepakatan dan konsekuensi mengenai aktivitas anak. Misalnya, berapa lama anak boleh bermain.
- Latih tanggung jawab dan kemandirian anak sejak dini sesuai tingkat usianya.
- Latih anak untuk bisa hidup mandiri. Misalnya, mengajari cara mencuci baju atau memasak.
- Ajak kegiatan-kegiatan yang menumbuhkan jiwa kemandirian misalnya camping atau pergi ke pedalaman.
- Kontrol bagaimana anak mengejar cita-citanya dan berikan pujian ketika prestasinya meningkat.
- Pastikan anak memiliki teman yang positif dan bersemangat dalam belajar.
- Libatkan anak dalam kegiatan yang bisa mengembangkan keterampilannya, misalnya les bahasa asing, les IT, atau kegiatan positif lain.
- Internet atau gadget bisa menjadi lawan atau kawan. Maka, batasi waktu anak dalam bermain internet atau gadget agar prestasi belajar tidak terganggu. Lebih baik dorong anak untuk aktif di kegiatan lain seperti olahraga atau membaca, sehingga ia lebih sehat dan prestasinya meningkat.