Si Kecil Siap Masuk TK
Adib Setiawan, M.Psi - 2014-06-04 16:12:29
Tak hanya fasilitas, mempertimbangkan kepribadian guru tak kalah penting sebelum memilih TK untuk Si Buah Hati. Pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) terhitung penting bagi anak, terutama untuk melatih kemandirian dan interaksi sosial terhadap orang lain. Anak-anak yang tidak melewati bangku TK atau tidak belajar di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), biasanya cenderung pemalu, kurang interaksi dengan teman, dan kemampuan sosial emosionalnya tertinggal jika dibandingkan dengan teman seusianya yang menempuh tingkat pendidikan tersebut.
“Hal ini terjadi karena anak hanya berinteraksi dengan orangtua nya saja. Jika anak lebih sering di rumah bersama orangtua atau pengasuh, maka jika tidak masuk TK atau PAUD ia akan mudah menangis, kurang pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan kemampuan pemecahan masalahnya kurang.” kata Adib Setiawan, M.Psi., psikolog di Bimbingan Belajar dan Terapi Anak “My Talent,” Jakarta.
Belajar & Bermain
Jenjang pendidikan TK melibatkan proses yang “dibalut” dalam permainan sehingga lebih menyenangkan. Materi yang dipelajari, urai Adib, mencakup beberapa hal.
1. Kemampuan Sosial
Social skillmelatih anak berinteraksi dengan teman-temannya agar ia memiliki keterampilan sosial yang baik. Kemampuan yang diharapkan adalah anak mau menolong dan menghormati orang lain, berbagi, tidak memaksakan kehendak, mau meminjamkan atau bertukar mainan dengan sesama. Keterampilan sosial ini lebih lanjut membuat anak belajar untuk tidak memaksakan kehendak, mampu berperilaku menyenangkan, mudah bergaul, nyaman bermain, dan bisa mengungkapkan apa yang ada di pikirannya dengan baik.
2. Motorik Kasar & Halus
Kemampuan motorik halus dan motorik kasar pun dilatih di bangku TK. Motorik halus bisa dilatih lewat menggambar dan mewarnai, sementara motorik kasar dilatih ketika anak menendang bola dan mengenal permainan-permainan lain.
3. Kemampuan Kognitif
Saat memasuki bangku TK, kemampuan kognitif anak terlatih karena ia akan mengenal dan memperbanyak kosakata. “Kemampuan anak pun pasti meningkat karena ia harus berlatih makan sendiri, membereskan barang ke dalam tas, dan belajar memahami orang-orang di sekelilingnya,” lanjut Adib yang juga psikolog di www.praktekpsikog.com ini.
Otoriter vs Permisif
Anak juga akan mengenal aturan dan tuntutan dari lingkungan. Pihak sekolah, lanjut Adib, biasanya lebih autoritatif alias demokratis dalam menerapkan aturan pada siswa. Ini tentu berkebalikan dengan beberapa orangtua yang tanpa disadari menerapkan pola asuh yang kontras, yaitu antara permisif atau otoriter.
Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang menyeimbangkan kebebasan anak untuk berkreasi dan berinisiatif, namun diimbangi dengan aturan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Inilah yang umumnya ditemukan dalam proses belajar di TK.
Sementara pola asuh permisif merupakan pola asuh serba boleh atau terlalu memanjakan anak sehingga orangtua selalu mengalah demi memenuhi keinginan anak. Orangtua yang menggunakan pola asuh ini biasanya menyayangi anak secara berlebihan.
Anak justru tidak memiliki aturan atau tuntutan-tuntutan tertentu, termasuk tuntutan untuk tenang dan tidak menangis saat menginginkan sesuatu. Akibatnya? Pola asuh permisif ini membuat anak tidak mandiri dan kesulitan untuk membuat keputusan.
Sebaliknya, pola asuh otoriter justru melarang anak secara berlebihan, sehingga anak lebih sering ketakutan. Bahkan dalam beberapa kasus, orangtua cenderung memaksakan kehendak dengan menerapkan aturan secara berlebihan sehingga anak tidak memiliki keseimbangan untuk mengungkapkan diri.
Pola asuh permisif dan otoriter, lanjut Adib, bisa membuat anak trauma. “Sehingga jelas bahwa keduanya tidak sesuai diterapkan ke anak. Yang paling sesuai adalah pola asuh autoritatif atau yang biasa disebut demokratis,” kata Adib.
Perlukah Calistung ?
Kemampuan yang diharapkan dimiliki anak usia TK sebenarnya adalah kemampuan berbahasa, perkembangan motorik halus dan motorik kasar, kemampuan emosional sehingga ia tak mudah tantrum, serta kemampuan sosial seperti berbagi dan bermain dengan teman-teman seusianya.
“Anak TK belum wajib mengerti tentang calistung alias membaca, menulis, dan berhitung. Di bangku TK, materi ini biasanya dipelajari dasar-dasarnya saja. Misalnya mulai mengenalkan anak pada simbol huruf dan angka. Kalau pun anak berhitung, biasanya diberi media berupa benda-benda konkret,” kata Adib.
Pasalnya, anak akan lebih mudah belajar berhitung jika proses belajar melibatkan benda-benda nyata. Atau, belajar sambil bernyanyi yang akan mempermudah dan menyenangkan bagi anak TK. Terpenting, anak harus mampu berbicara dan memiliki perbendaharaan kosakata yang banyak. Pasalnya, materi yang dipelajari di bangku TK memang bertujuan untuk mempermudah anak mengungkapkan yang dirasakan kemudian hari.
Kepribadian Guru Penting
Saat memilih TK untuk buah hati, penting untuk menelisik seefektif apa proses belajar dan mengajar berlangsung, Apa saja sih, syarat sebuah TK yang baik?
“Perhatikan kondisi gedung sekolahnya. Jangan sampai kondisi gedung beresiko membahayakan anak. Namun yang tak kalah penting, kualitas guru dan pegawai, serta keamanan sekolah tersebut,” ujar Adib.
Selain itu, sarana dan prasarana seperti ayunan, perosotan, mainan puzzle, dan mainan lainnnya juga bisa menjadi faktor penunjang untuk merangsang kemampuan motorik halus, motorik kasar, kemampuan bahasa, kemampuan kognitif, kemampuan sosial emosional, dan interaksi sosial.
Namun di atas segala faktor, Adib menegaskan bahwa hal terpenting dalam memilih TK adalah kualitas pegawai alias pengajar. “Apakah pegawainya direkrut secara professional? Orangtua dapat membandingkan apakah pegawai TK tersebut outsourcing atau direkrut oleh HRD. Biasanya, pegawai yang direkrut HRD akan lebih berkualitas,” lanjut Adib.
Ia menambahkan, kualitas pegawai bisa dideteksi jika proses perekrutan menyertakan tahap psikotes. “Beberapa outsourcing seringkali merekrut pegawai tanpa melalui psikotes sehingga memungkinkan seseorang yang mengalami masalah klinis dan membahayakan anak lolos seleksi,” lanjutnya.
Sementara secara kualitas akademis, seorang guru biasanya diukur minimal berpendidikan S1 dan memiliki kepribadian yang sesuai untuk anak, yaitu sabar dalam menangani anak, memahami masalah-masalah yang akan dihadapi siswa, dan mampu memastikan bahwa siswa mengalami positif ketika diajar olehnya.
“Kualitas kepala sekolah dalam melakukan kepemimpinan pun bisa masuk hitungan karena ini berkaitan dengan seleksi kualitas guru, kualitas sarana dan prasarana, serta keamanan segala aspek di sekolah bagi siswa,” lanjutnya.