Belajar Bahasa Kedua Saat Dewasa
Andi Ardillah Pratiwi, M.Psi. - 2015-09-09 21:11:44
Menjadi warga dunia, bahasa ibu saja rasanya tidak cukup untuk bersosialisasi. Semakin banyak pula warga lokal yang sudah mahir berbahasa asing. Mungkin tidak sedikit orang yang berkecil hati duluan sebelum mulai belajar bahasa asing, merasa sudah terlambat dan berasumsi negatif lain tentang kemampuannya. Tapi, tidak ada kata ‘terlambat’ untuk belajar, kan?
Memang tepat, tidak ada kata ‘terlambat’ untuk belajar termasuk belajar bahasa kedua di saat dewasa. Psikolog Klinis di Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Andi Ardillah Pratiwi, sependapat bahwa mempelajari apapun baik dilakukan di semua rentang usia karena membantu melatih kemampuan kognitif seseorang.
“Belajar bahasa kedua bukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh orang yang sudah dewasa. Hanya saja, pencapaian masing-masing orang dewasa dalam menguasai bahasa kedua berbeda-beda, tergantung kemampuan yang dimiliki, usaha, dan motivasi dalam diri mereka,” komentar Andi membuka diskusi.
Menguasai lebih dari satu bahasa merupakan kelebihan yang bisa membedakan satu orang dengan yang lain. Namun sebelum belajar bahasa kedua, sebaiknya ia harus fasih dan paham bahasa ibunya terlebih dahulu.
“Hal ini supaya kita bisa lebih teratur dalam belajar dan tidak terjadi kebingungan bahasa. Seorang anak cenderung bingung bila terekspos dua bahasa dalam waktu yang bersamaan. Mereka memang bisa mengucapkan dua bahasa tersebut dalam waktu bersamaan tapi penguasaan terhadap kedua bahasa jadi tidak sempurna,” Andi menjelaskan alasannya.
Ia pun mengatakan bahwa kemampuan menguasai bahasa ibu dapat membantu proses belajar, yaitu sebagai pengalaman tentang bagaimana cara yang tepat untuk belajar suatu bahasa dengan baik. Juga menjadi motivasi beradaptasi dan membentuk strategi tepat dalam belajar.
Andi menyatakan, dari berbagai penelitian tidak ada jawaban yang pasti mengenai waktu yang tepat untuk belajar bahasa kedua, tergantung situasinya. Misalnya warga Indonesia, baik anak kecil maupun orang dewasa, pindah ke Korea. Mau tidak mau mereka belajar bahasa Korea supaya bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar, kebanyakan mereka cenderung bisa cepat belajar.
“Kalau yang dimaksud belajar bahasa kedua untuk menambah pengetahuan, beberapa penelitian menyebutkan, sebaiknya dilakukan di usia awal remaja, yaitu sekitar usia 11-13 tahun. Ini disebabkan remaja sudah punya pengalaman menguasai bahasa ibu mereka sehingga bisa membentuk strategi mempelajari bahasa lain,” terang Andi. Di usia itu pun otak mereka cenderung elastis untuk menerima dan menyerap pembelajaran baru dibandingkan orang dewasa.
LEBIH SADAR
“Walau bukan hal yang tidak mungkin, belajar bahasa kedua oleh orang dewasa memang lebih menantang jika dibandingkan dengan anak-anak. Ini disebabkan neuroplasticity atau kemampuan otak untuk berubah sebagai respon terhadap pengalaman atau pembelajaran baru secara umum menurun seiring pertambahan usia,” Andi memaparkannya sederhana. Kondisi seperti itulah yang membuat orang dewasa perlu komitmen lebih tinggi dalam belajar.
Orang dewasa sudah bisa lebih fokus belajar dan secara sadar berusaha mengerti aturan-aturan bahasa yang dipelajari sebelum dapat menguasainya. Sementara anak kecil cenderung cepat mengerti sistem bahasa tanpa harus mengerti aturan-aturan khusus dalam penerapannya. Ini membuat anak-anak tidak takut melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa kedua sehingga mereka yang terlihat lebih aktif menerapkan bahasa asing.
Karena sudah memiliki pengalaman mempelajari bahasa ibu sebelumnya, orang dewasa pun cenderung memiliki daftar kosakata yang lebih kaya daripada anak-anak, daftar ini sebenarnya memudahkan mereka menyimpan kosakata baru. Tetapi anak-anak lebih mudah mempelajari cara pengucapan suatu bahasa karena mereka secara alami dapat langsung menangkap suara atau fonem dari bahasa yang dipelajari.
“Menyangkut penguasaan bahasa, semakin muda seseorang belajar, semakin mudah menguasainya karena di usia muda mereka cenderung mudah membedakan berbagai suara. Tetapi penguasaan bahasa dalam konteks mengerti aturan bahasa seperti grammar dan mampu menyimpan berbagai kosakata, orang dewasa lebih unggul,” Andi menyebutkan.
MELATIH FUNGSI MENTAL OTAK
Otak manusia perlu stimuli untuk tetap aktif dan berfungsi secara optimal, belajar bahasa asing salah satunya. Meski kata ‘belajar’ itu sendiri kedengarannya sudah berat dan membosankan, kegiatan ini membantu otak tetap aktif karena dapat melatih fungsi mental otak seperti memori dan atensi, serta membantu kinerja berpikir.
“Di beberapa penelitian dari berbagai negara, ditemukan bahwa belajar bahasa baru di usia dewasa dapat memperlambat penurunan kognitif yang terkait dengan usia dan onset dari penyakit demensia,” ujar Andi. Beberapa penelitian lainnya menyebutkan, belajar bahasa kedua dapat meningkatkan proses mental, yaitu membantu membedakan pikiran dan tingkah laku dirinya dari satu peristiwa ke peristiwa lain.
Belajar bahasa asing pun tidak sekadar mengetahui bahasanya, tetapi diiringi budaya negara tersebut. Secara sosial, ini dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi, beradaptasi, dan berinteraksi dengan orang-orang di berbagai lingkungan serta situasi sosial dengan bahasa berbeda. Pengetahuan terhadap dunia pun bertambah sehingga kita sadar, kita hidup di dunia yang luas, saling membutuhkan, dan pastinya membuka pikiran terhadap budaya baru. Kesadaran ini pun menumbuhkan rasa toleransi dalam diri.
“Mampu berbahasa asing menambah daya jual diri kita dan berperan dalam kesuksesan di dunia kerja. Banyak perusahaan terutama perusahaan multinasional cenderung mencari dan menghargai pegawai yang menguasai bahasa lain atau bahasa di mana perusahaan itu berasal,” Andi menambahkan.
Kalau Baru Ingin Belajar…
Tidak masalah jika belajar bahasa kedua setelah dewasa, belajar tidak selalu membosankan. Sebelumnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Motivasi kuat. Ikut-ikutan belajar karena sedang tren bukanlah motivasi yang kuat. Kebosanan, kurangnya waktu belajar, atau tingkat kesulitan yang semakin rumit biasanya jadi tantangan bagi seseorang belajar bahasa kedua. Jika tidak ada motivasi kuat sebagai pondasi, proses belajar terasa sangat berat.
Komitmen tinggi. Mempelajari hal baru bisa jadi sulit karena kita memiliki pengalaman lain. Misal terbiasa dengan bahasa Indonesia yang semua objek adalah netral, lalu belajar bahasa Perancis yang objek-objeknya dibedakan dalam kategori feminin dan maskulin. Ini tentu sulit diterima orang Indonesia karena tidak terbiasa, komitmen tinggi membuat kita mau berusaha lebih besar untuk menguasai bahasa kedua.
Kesabaran. Tidak ada yang instan dalam belajar. Adanya tingkatan-tingkatan yang harus dipelajari secara benar dan teratur membantu kita mempelajari hal baru, sekaligus sulit. Jangan mudah menyerah dan kecil hati melihat orang lain lebih mengerti. Tentu saja jangan pula malu bertanya.
Gunakan metode yang cocok. Tipe belajar seperti apakah Anda? Auditori, visual, atau kinestetik? Tipe auditori bisa banyak mendengarkan musik atau menonton film. Tipe visual bisa dengan membaca, menulis, atau melihat rumus aturan di papan tulis. Tipe kinestetik biasanya langsung mempraktikkan bahasa dengan orang lain.
Cari teman. Sekeras apapun usaha kita untuk belajar, pada akhirnya bahasa kedua harus dipraktikkan jika ingin benar-benar bisa dan paham. Cari teman yang bisa berbicara bahasa yang bersangkutan atau yang sama-sama bermotivasi kuat, untuk saling mendukung dan mempraktikkan bahasa.
Tabloid Wanita Indonesia