Sindrom Pra Nikah

Adib Setiawan, M.Psi - 2016-07-13 08:29:18
Adib Setiawan, M.Psi
 

TANYA :

Assalamu'alaikum wrwb

"Pak Adib, mengapa seiring dengan semakin dekatnya waktu hari H pernikah­an, saya merasa resah dan takut karena membayangkan kehidupan setelah meni­kah,mempunyai tanggung jawab baru, dan lainnya. Apakah ini sindrom pranikah? Bagaimana mempersiapkan mental men­jelang pernikahan?"

Amelia Allista

JAWAB :

Wa alaikumsalam, terimakasih atas pertanyaannya.

Pertanyaan yang menarik mbak Amelia Allista, memang menjelang per­nikahan seringkali ada tantangan dan rintangan. Tantangan ini baik terkait de­ngan perayaan pernikahan, tanggung­jawab setelah menikah dan bagaimana menghadapi pasangan setelah menikah. Menikah merupakan ikatan suci antara laki-laki dan perempuan yang diikat ber­dasarkan komitmen berdasarkan agama yang dicatat oleh negara. Pernikahan merupakan proses revolusioner baik se­cara mental dan fisik. Dengan pernikah­an, maka status seseorang berubah yang tadinya single berubah menjadi meni­kah. Status ekonomi bisa juga berubah misalnya yang tadinya tidak punya men­jadi punya baik karena mendapatkan pasangan keluarga yang berada ataupun yang kurang berada namun pasangan­nya memiliki materi yang cukup.

Mempersiapkan mental menjelang pernikahan yaitu dengan cara meman­tapkan bahwa pasangan yang dipilih merupakan seseorang yang tepat buat dirinya. Dengan membangun persep­si bahwa calon suami atau calon istri adalah pilihan yang tepat, maka akan memberikan kekuatan yang besar un­tuk menghadapi pernikahan. Pernikahan yang terpenting memiliki landasan kuat menurut psikolog Robert Sternberg (1949 - sekarang) yaitu pernikahan yang kuat dilandasi oleh 3 dimensi utama berupa rasa kasih sayang, komitmen, dan juga gairah untuk bersama. Dengan 3 dimensi itu maka pernikahan akan membawa ke­bahagiaan.

Yang pertama pernikahan dilandasi oleh kasih sayang, artinya seseorang yang sudah menikah perlu memberikan perhatian ke pasangannya. Dengan ada­nya kasih sayang pada pasangan, maka membuat seseorang rela berkorban un­tuk pasangannya. Hal ini sesuai dengan pepatah bahwa"cinta butuh pengorbanan" Pengorbanan tentunya bukan hanya secara materi tetapi juga meluangkan waktu untuk pasangan. Seorang suami memberikan sesuatu yang disuka oleh istrinya dan istri memberikan sesuatu yang disuka suaminya. Rasa kasih sayang pada pasangan merupakan benih biji yang bisa tumbuh menjadi pohon yang rindang dengan banyak daun. Pohon membutuhkan air, pupuk, dan sinar ma­tahari. Maka benih cinta pada pasangan juga membutuhkan pupuk dan air be­rupa kasih sayang dalam bentuk perha­tian, pengorbanan, dan juga rasa hormat kepada pasangan.

Oleh sebab itu hargai pasangan dan anggap pasangan memiliki status yang setara dengan pasangannya. Dengan adanya rasa menghargai pasangan, maka pasangan akan menghargai pa­sangannya. Sebaliknya jika tidak meng­hargai pasangan, merasa lebih superior dari pasangan, maka akan membuat per­soalan baik sebelum atau setelah meni­kah membuat keduanya suka berantem. Ketika seseorang tidak menghargai calon istrinya bisa saja terjadi konflik yang dise­babkan oleh suatu hal yang kurang pen­ting sehingga kadangkala mengancam demi berlangsungnya pernikahan. Oleh sebab itu cobalah bersabar dan jangan diributkan oleh teknis pernikahan baik pemilihan adat, berapa undangan, tem­pat menikah, dan teknis lainya.

Dimensi selanjutnya adalah komit­men. Ketika sudah melamar seseorang atau menerima lamaran seseorang, maka sebaiknya fokus bahwa pilihan hidupnya adalah calon pasangannya. Ke­tika sudah berjanji ingin menikah, maka jangan sampai membuka hati ke orang lain. Kadangkala seringkali ada godaan di luar dimana ketika ingin menikah ba­rangkali seseorang masih ingat orang lain atau membuka hati ke orang lain, sehingga mengancam berlangsungnya pemikahan. Bahkan dalam beberapa ka­sus karena calon pasangannya membu­ka hati pada orang lain, maka membuat pernikahan menjadi batal. Tentunya hal ini menjadi seseorang merasa resah dan takut terhadap pernikahan yang akan dilangsungkan. Oleh sebab itu cobalah membangun komitmen bahwa pernikahan merupakan pilihan hidup yang tidak ada paksaan sehingga para calon mempelai menjaga diri untuk terus fokus hanya berkomitmen pada calon pasangannya. Hatinya diperuntukkan untuk pasangannya sehingga ketika mereka sudah menikah, maka mereka menjadi halal di antara keduanya.

Dimensi ketiga adalah gairah atau passion. Seseorang suami istri tentu­nya memiliki hasrat yang merupakan hubungan batin antara suami istri. Se­telah mereka menikah tentunya mereka akan melakukan hubungan suami istri dimana itu merupakan hubungan yang diharapkan oleh keduanya. Kadangkala mereka ada sedikit kekhawatiran jika mereka tidak bisa memberikan pelayan­an yang maksimal kepada pasangannya. Tentunya seorang suami senang jika di­anggap sosok yang "maskulin" di mata istrinya dan sebaliknya. Keinginan ingin dianggap "maskulin" atau sebaliknya ser­ingkali juga menimbulkan kekhawatir­an. Percaya pada Tuhan bahwa seorang suami dan istri tentunya dikaruniai sifat maskulin dan feminim sehingga mereka suatu saat bisa memiliki anak. Seseorang yang mau menikah kadangkala berpikir khawatir tidak punya anak atau khawatir langsung punya anak.Tentunya keingin­an seseorang dikarunia anak atau belum maka hal tersebut bisa dibicarakan de­ngan pasangannya. Supaya siap dalam menikah tentunya seseorang siap meni­kah selanjutnya juga siap punya anak.

Rasa resah dan takut juga seringkali seseorang membayangkan bagaimana kehidupan setelah menikah. Apakah me­reka memiliki uang yang cukup untuk membiayai kehidupan berumah tangga. Yakinlah bahwa seseorang yang meni­kah, maka rezeki akan bertambah se­telah menikah. Apalagi seseorang yang umurnya bertambah tentunya kemam­puan dan keterampilan juga bertambah sehingga bisa mendatangkan rizki. Oleh sebab itu, pernikahan perlu disiapkan apakah calon pasangan saat ini bekerja dan memiliki penghasilan. Jika memi­liki penghasilan, maka memungkinkan kehidupan rumah tangga lebih stabil. Pernikahan sebaiknya dilakukan jika su­dah mampu. Bagi yang belum mampu sebaiknya memperkuat keterampilan melalui belajar di bangku kuliah atau ke­giatan lainnya supaya bisa bekerja dan siap menikah.

Semakin mendekati hari H perni­kahan biasanya seseorang merasa resah dan takut. Hal ini masih wajar karena me­mang tingkat stress seseorang mening­kat menjelang pernikahan. Seseorang yang akan menikah akan sangat memi­kirkan biaya pernikahan tersebut. Ada seseorang yang menikah dibiayai orang tua ada juga yang biaya sendiri. Selain biaya mereka memikirkan tentang un­dangan, tamu yang akan diundang, dan juga menu yang akan disajikan ke para tamu undangan. Seringkali muncul ma­salah yang kadangkala tidak perlu men­jadi masalah. Misalnya keluarga calon pasangan ada yang terkena musibah. Hal tersebut bisa berdampak pada ke­langsungan pernikahan.

Ada juga calon pasangan sakit, pa­sangan mengkritik persiapan pernikah­an, dan masalah-masalah lainnya yang bisa membuat calon pasangan menjadi mudah kesal dengan situasi yang mene­kan menjelang pernikahan. Hal ini bisa dikatakan sebagai sindrom pra-nikah. Beberapa calon pasangan kadangkala memiliki cemburu berlebih, jarak pa­sangan yang jauh, dan calon pasangan yang kurang bisa dipercaya. Hal ini bisa terjadi pada siapa saja dan tentunya me­nambah daftar panjang situasi menje­lang hari H pernikahan situasi menjadi menekan. Walaupun demikian, ketika akad pernikahan berlangsung, maka akan membuat suasana begitu haru dan melahirkan kebahagiaan yang luar biasa. Seseorang yang ditemani oleh orang tua­nya kadangkala orang tua meneteskan air mata karena merasakan kebahagiaan karena anaknya kemudian menikah.

Orang tua dan mertua di salah satu sisi senang anaknya menikah, namun disisi lain mereka 'kehilangan' anaknya karena menjadi suami atau istri orang lain yang selanjutnya menjadi menentu. Anak akhirnya membentuk keluarga kecil dan memulai kehidupan baru. Ke­bahagiaan bertambah ketika para tamu undangan hadir mengucapkan selamat pada mempelai suami istri. Para keluar­ga, teman, rekan kerja, kenalan, dan me­reka yang diundang akhirnya hadir. Rasa bahagia muncul kembali ketika acara hajatan pernikahan telah selesai. Barang­kali ada yang menikah ada yang berhu­tang ada juga yang tidak. Bagi yang ber­hutang barangkali membuka amplop bantuan dari para tamu undangan untuk membayar hutang. Ada juga yang ha­sil bantuan tamu undangan digunakan untuk berbulan madu ke suatu tempat yang memberikan kebahagiaan pasang­an suami istri. Pernikahan merupakan hal yang membuat seseorang bahagia. Bahkan seseorang yang menikah memi­liki tingkat stress yang lebih rendah dari pada yang belum menikah.

KESIMPULAN :

Persiapan pernikahan tentunya membuat kondisi diri stress, resah, dan takut. Karena itu, percayakan acara perni­kahan pada panitia yang telah dibentuk. Jaga kesehatan, kepercayaan calon pa­sangan, dan kondisi badan supaya fit di hari H pernikahan.

Berikuttipsmempersiapkan mental menjelang pernikahan :

1. Menikah jika sudah siap dan mampu baik dari kematangan fisik dan juga keuangan.

2. Menikahlah dengan seseorang yang memang anda cintai dan tidak ada paksaan dalam meni­kah.

3. Bicarakan persiapan pernikahan antara calon suami dan istri serta keluarga calon pasangan. Jika ada perbedaan cobalah untuk saling men­galah.

4. Ketika sudah ingin menikah, maka hati hanya untuk calon suami dan calon istri. Jangan ber­main api karena akan berdampak pada lancarn­ya acara pernikahan dan jadi tidaknya pernikah­an

5. Berikan kepercayaan pada calon pasangan bah­wa Anda bisa dipercaya sehingga Anda tidak menghianati kepercayaan dari calon pasangan.

6. Bayangkan kehidupan berdua bersama dengan penuh kebahagiaan.

7. Mulai belajar tentang anak, persiapan kehamil­an, dan hal-hal yang terkait dengan dampak dari pernikahan.

8. Sadari bahwa Anda berbeda antara laki-laki dan perempuan oleh sebab itu terus berkomunikasi demi tercipta pandangan yang sama antara suami dan istri.

9. Tidak perlu khawatir tentang stress pra-nikah. Cobalah berserah din pada Tuhan bahwa acara pernikahan akan lancar

10. Percayakan acara pernikahan kepada panitia. Biarkan panitia menjalankan acara pernikahan dari awal sampai selesai sehingga Anda tidak perlu khawatir

11. Pikirkan yang penting nikah dulu dan kehidup­an setelah nikah, maka pikirkan kemudian. Percayakan pada Tuhan bahwa akan selalu ada jalan yang baik bagi Anda.

12. Jangan mudah terprovokasi orang-orang di luar Anda yang sekiranya bisa berdampak pada ga­galnya acara pernikahan

13. Tetap fokus pada kerja di kantor dan cuti se­suai yang diizinkan oleh kantor. Bayangkan nikmatnya menghabiskan waktu cuti bersama pasangan.

14. Bersabar dan jangan terlalu lelah dengan per­siapan pernikahan. Mintalah bantuan panitia atau lainnya untuk memperingan acara perni­kahan.

 

ESQ Life | Edisi 10 | Tahun III | Juni 2016


 
Index Berita
 
 


© 2024 YPPI.All rights reserved. Design by ideweb,Developer