Menanamkan Kejujuran Pada Anak

Rizki Washarti Siregar BA, M.Psi - 2016-09-19 03:41:38
Rizki Washarti Siregar BA, M.Psi
 

Orang Tua Harus Jadi Teladan!

Menanamkan kejujuran pada anak menjadi salah satu bentuk pendidikan karakter yang penting dan merupakan cikal bakal bagaimana anak tersebut tumbuh. Jika tidak dilatih sejak dini, kebiasaan tersebut bisa terbawa hingga dewasa.

Mendidik anak tumbuh menjadi generasi yang berkarakter dan berintegritas salah satunya bisa dimulai dengan menanamkan kejujuran.Tidak berlaku curang, tidak merugikan orang lain, tidak berbohong, berlaku adil dan sebagainya bisa dilandasi dengan sifat jujur dalam diri seseorang.

Menurut Psikolog Rizki Washarti Siregar BA, M.Psi, untuk memberi pemahaman kepada anak tentang pentingnya kejujuran bisa diberikan sesuai usia anak. Psikolog yang biasa disapa Kiki ini menjelaskan, jika melihat dari Teori Kognitif Piaget, saat anak masih berusia di bawah dua tahun, anak masih berada pada tahap sensorimotor, anak mengeksplorasi dunianya.

Ketika memasuki usia 2-7 tahun, anak berada pada tahap praoperasional. Mereka mulai belajar menggunakan kata­kata. Namun, anak belum dapat berpikir secara logis. Mereka masih memiliki kendala untuk memandang suatu hal dari sudut pandang orang lain.

Menginjak usia 7-11 tahun, rata-rata anak akan memasuki tahap operasional konkret. Di usia inilah, anak mulai dapat berpikir secara logis dan menghilangkan sifat egosentrismenya serta mulai melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain.

Tahap perkembangan kognitif operasional formal terjadi setelah usia 11 tahun hingga dewasa. lndividu sudah dapat bemalar secara logis, abstrak dan menarik kesimpulan dari informasi yang ia dapatkan. Seharusnya pula sudah paham istilah seperti kasih sayang, keadilan dan kejujuran.

"Dalam memberi penjelasan pada anak usia 2-7 tahun tahun bisa melalui cara modeling, sedangkan pada usia 7-11 tahun pemberian penjelasan yang bersifat logis adalah yang terbaik" jelas psikolog dari www.praktekpsikolog.com Bintaro, Jakarta Selatan ini.

Hindari Kebiasaan Bohong

Di usia 7 tahun anak bisa ditanamkan kejujuran karena mulai bisa melihat dari sudut pandang orang lain, berpikir logis dan berempati lebih banyak. Tapi tetap ada baiknya orang tua menanamkan kejujuran pada anak sejak dini melalui modeling atau menjadi teladan lewat sikap dan tutur kata diri mereka sendiri sehari-harinya.

"Saat anak mulai bicara dan memperkaya perbendaharaan mereka di usia 2-7 tahun, mereka akan belajar dari lingkungan terdekat. Termasuk jika lingkungan terdekatnya ibu dan bapaknya, ia akan mempelajari kata­ kata melalui kedua orang tuanya" sambungnya.

Kiki mencontohkan dalam keluarga saat ibu bertanya pada bapak apakah anak mereka sudah mandi setelah main sepeda dengan bapaknya? Lantas si bapak menjawab sudah padahal si anak belum mandi karena tidak mau dan bapak malas membujuknya.

"Maka, di usia dini si anak dapat menyimpulkan bahwa belum mandi berarti sudah mandi, berarti tidak apa­-apa berkata demikian yang lambat laun akan membuat dia menyimpulkan tidak apa-apa berbohong meski ia belum mengenal istilah berbohong sekalipun" urainya.

Kebiasaan-kebiasaan berbohong seperti ini perlu dihindari. Meski terlihat kecil atau sepele tapi lama-lama akan berubah menjadi kebiasaan. "Jadilah teladan, meski Anda sebenamya berkomunikasi dengan pasangan dan bukan dengan anak secara langsung" Kiki mengingatkan. Pembentukan sifat jujur juga akan lebih mudah jika anak berada da lam lingkungan yang menganut kejujuran. Selain orang tua pastikan lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk teman-teman anak juga bersikap demikian.

Penjelasan tentang pentingnya kejujuran juga bisa diberikan lewat contoh kasus. Misalnya saat seorang ibu memberi uang Rp. 50 ribu ke anaknya. Ketika si anak tidur siang, uang tersebut diambil sang ibu untuk membeli gula di warung dan si anak menyadari uangnya hilang.

"Orang tua bisa menanyakan contoh kasus ini pada anak misalnya, Kamu tanya mama, apa mama yang ambit? kalau mama jawab tidak, apa kamu akan senang7Tidak, bukan. Oleh karena itu kamu jangan bohong pada orang" urai Kiki.

Penjelasan mengenai kejujuran, lanjutnya, juga bisa melalui pendekatan agamis. Hal ini bisa dilakukan jika anak sudah memahami konsep dosa dan pahala. Contonya dengan memberi tahu jika berbohong akan berdosa.

Untuk melatih kejujuran, orang tua bisa menerapkan beberapa metode. Misalnya pemberian penjelasan-­penjelasan yang logis dan mengandung sifat empati. Beri pula pemahaman apa yang akan terjadi jika anak tidak berkata jujur.

"Ketika anak usianya 9 tahun ke atas, konsekuensi dari berbohong selain dosa, dia harus mengarang-mengarang cerita atau efeknya dia harus menutup-nutupi begitu banyak hal akibat kebohongan yang satu berefek ke kebohongan lainnya. Hidupnya penuh rasa was-was dan tidak nyaman dan aman jika berbohong", kata Kiki.

Pemberian reward atau ganjaran juga cara yang efektif. Tapi bukan berarti setiap anak berkata jujur lalu diberikan mainan, orang tua bisa berkata, "Terima kasih ya nak, sudah kasih tahu mama." Kalimat­-kalimat semudah ini akan memupuk anak untuk secara konsisten berkata jujur.

Terima Dampaknya

Keingintahuan anak-anak dengan korupsi bisa membuat orang tua menanamkan jika korupsi tidak hanya berkaitan dengan penyelewengan uang negara tapi bisa berkaitan dengan banyak hal. Diawali dari ketidakjujuran dalam diri seseorang.

Pemberian pemahaman mengenai korupsi pada anak, kata Kiki, dapat dicontohkan dengan korupsi waktu. Contohnya, jika anak diharuskan untuk belajar di kamar nya selama satu jam, tapi anak diam-diam bermain game di handphone selama 30 menit.

"Bisa dijelaskan pada anak jika ini juga tergolong sebagai korupsi walctu. Beritahu akibatnya jika dia sendiri yang menanggung dampak buruknya karena dia kurang belajar dan akan ketinggalan pelajaran atau mendapatkan nilai jelek di sekolah," jelas Kiki.

Lantas bagaimana jika orang tua mendapati anaknya tidak jujur? "Pemberian hukuman sebaiknya dilakukan tapi tergantung dengan beratnya ketidak jujuran. Namun, hukumannya bisa berupa mengurangi waktu anak untuk bermain game dan menonton TV atau melakukan pengerjaan rumah tambahan seperti menyapu ruang keluarga," katanya mencontohkan.

Untuk mengontrol dan mengetahui karakter kejujuran itu tertanam pada anak, jika anak masih berusia dini, maka kontrol terbaik adalah dengan orang tua melakukan pengecekan sendiri. Misalnya, anak masih berusia 7 tahun dan orang tua bertanya apakah anak sudah mengerjakan PR atau belum. Jika anak mengatakan sudah, hal termudah orang tua bisa mengecek sendiri.

"Namun, jika anak mulai beranjak dewasa dan orang tua sudah percaya bahwa anak umumnya berkata jujur, kontrol ini baiknya mulai dihilangkan agar anak merasa percaya diri karena orang tunya percaya kepadanya," tambah Kiki

 

Wanita Indonesia 8-14 September 2016 (www.wanitaindonesia.co.id)


 
Index Berita
 
 


© 2025 YPPI.All rights reserved. Design by ideweb,Developer